Senin, 23 Mei 2016

MORFOLOGI dan IDENTIFIKASI KUMAN CORYNEBACTERIUM DIPHTERIAE



MORFOLOGI dan IDENTIFIKASI KUMAN
CORYNEBACTERIUM DIPHTERIAE


Logo UNAIR.png
 










Kelompok VI
Nama Kelompok


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016




A.    Judul laporan       : Morfologi dan Identifikasi kuman Corynebacterium diptheriae
B.     Tujuan                  : Untuk mengetahui Morfologi dan cara identifikasi bakteri penyebab
infeksi saluran pernapasan.
C. MORFOLOGI DAN SIFAT BIAKAN
Corynebacteria berdiameter 0,5 – 1 μm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob. Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum Loeffler atau perbenihan agar darah. Pada perbenihan-perbenihan ini, strain mitis bersifat hemolitik, sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding dengan kuman lain yang tidak berspora, C. diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan dan pembekuan. Namun, kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti ”gada”. Di dalam batang tersebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula yang dapat diwarnai dengan jelas dengan zat warna anilin (granula metakromatik) yang menyebabkan batang tersebut berbentuk seperti tasbih. Tiap korinebakteria pada sediaan yang diwarnai cenderung terletak paralel atau membentuk sudut lancip satu sama lain. Percabangan jarang ditemukan dalam biaka.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada tempat penyakit.
1.    Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat, denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10 hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.
2.    Difteri laring : Difteri laring dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala termasuk demam, suara serak, dan batuk menggonggong. membran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.




C.     Prinsip                  :
1.    Pembuatan preparat ( Pengecatan gram à untuk mengetahui jenis gram dan morfologi dan pengecatan neisser à untuk melihat morfologi kuman bergranula )
2.                Penanaman kuman pada media loeffer I ( untuk perbanyakan koloni kuman             bergranula sebagai specimen dalam tes berikutnya ).
3.    Penanaman kuman pada Blood tellurite ( media isolir untuk pemurnian kuman, agar kuman lain mati kecuali C.difteri dan sebagai media untuk membedakan tipe [ gravis, mitis, atau intermedius] ).
4.    Penanaman kuman pada loeffer 1 ( untuk pemurnian kuman yang ke -2 [ yang benar – benar murni ] ).
5.    Fermentasi gula – gula ( untuk membedakan tipe Corynebacterium diptheriae berdasarkan fermentasi dan hemolisa ).
6.    Tes hewan coba / invivo ( untuk mengetahui keganasan kuman dan toxin ).
7.    ELEK media / invitro ( untuk mengetahui toxin kuman )
D.    Metode                :    Manual ( sederhana )
F.      Prosedur :
1.    Pengambilan spesimen ( swab tenggorok ) :
a.         Pasien duduk .    
b.         Meminta pasien untuk membuka mulut.
c.         Menekan lidah dengan spatula.
d.        Masukkan lidi kapas (swab) yang sudah dibasahi dengan saline steril hingga menyentuh dinding belakang faring.
e.         Mengusap kekiri dan kanan dinding  faring dan tonsil lalu menarik keluar dengan hati-hati, tanpa menyentuh bagian mulut yang lain.
f.          Masukkan lidi kapas ke dalam media transport.

2.      Pengecatan gram
            2.1. Pembuatan preparat
a)      Memanaskan (flaming) preparat di atas bunsen.
b)      Mesterilkan (red heat) ose pada bunsen.
c)      Memasukkan ose pada larutan NaCl 0.85% dan meneteskan sedikit NaCl 0.85% pada preparat.
d)     Mengambil kuman dengan ujung ose .
e)      Meratakan kuman dengan ose pada preparat.
f)       Memanaskan preparat agar kuman mati dan terfiksasi pada preparat.
g)      Mesterilkan ose.
2.2   Pengecatan preparat
a)      Meneteskan larutan AOCV sampai merata, menunggu selama ± 1 menit
b)      Membilas dengan akuades mengalir dan menunggu selama 5 detik
c)      Menetesakan larutan lugol sampai merata, menunggu selama ± 1 menit
d)     Membilas dengan akuades mengalir dan menunggu selama 5 detik
e)      Menetesakan larutan aseton alkohol sampai merata
f)       Membilas dengan akuades mengalir
g)      Meneteskan larutan safranin sampai merata dan menunggu selama ± 1 menit
h)      Membilas dengan akuades mengalir
i)        Mengeringkan preparat dengan kertas tissue pada sisi ulasan lalu mengeringkan pada udara.
j)        Melihat dan mengamati warna dan morfologi kuman dengan mikroskop pada perbesaran 1000 kali dengan bantuan minyak immerse.
3.      Pewarnaan neisser :
a.    Membuat sediaan bakteri pada gelas objek .
b.    Memfiksasi sediaan dan menunggu hingga kering.
c.    Menuangkan neisser AB pada sediaan bakteri dan membiarkan selama 1 menit.
d.   Membuang sisa neisser AB dari gelas objek.
e.    Menuangkan neisser  C pada sediaan dan membiarkan selama 1.5 menit.
f.     Membuang sisa neisser C dari gelas objek.
g.    Mengeringkan preparat dengan kertas pengering.
h.    Melihat morfologi kuman dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 x + minyak immersi.
4.      Penanaman  pada loeffler I :
a.       Menyiapkan alat bahan .
b.      Memanaskan ose.
c.       Mendinginkan ose pada ujung media loeffler.
d.      Mengambil koloni menggunakan ose.
e.       Menanam kuman  pada media loeffler (membentuk spiral ).
f.       Memanaskan ose agar steril.
g.      Menginkubasi media pada 37oC selama 1 x 24 jam.
5.      Penanaman pada media blood tellurite  :
a.       Menyiapkan alat dan bahan.
b.      Mensterilkan (red heat ) ose pada bunsen.
c.       Mendinginkan ujung ose pada tepi media blood tellurite .
d.      Mengambil kuman sebanyak 2 tetes dengan ujung ose dari  media                           loeffler I.
e.       Menanam kuman dengan metode streak (zig – zag ).
f.       Mensterilkan ose (red heat) pada bunsen agar tidak terjadi                            kontaminasi.
g.      Menginkubasi media blood tellurite yang telah ditanam kuman pada                        Inkubator selama 1 x 24 jam.
6.      Penanaman pada media loeffler II
a.       Menyiapkan alat bahan .
b.      Memanaskan ose.
c.       Mendinginkan ose pada ujung media loeffler.
d.      Mengambil koloni menggunakan ose.
e.       Menanam kuman  pada media loeffler (membentuk spiral ).
f.       Memanaskan ose agar steril.
g.      Menginkubasi media pada 37oC selama 1 x 24 jam.
7.      Fermentasi gula- gula
a.       Memasukan larutan gluosa ,manitol, sukrosa, dan laktosa  ke dalam masing – masing tabung yang berisi tabung durham di balik.
b.      Mengambil  kuman dengan ose
c.       Memasukan ose kedalam masing – masing  tabung ( dengan ose steril pada tiap tabung ) dan mencampur dengan cara dikocok
.
d.      Mensterilkan ose, kemudian di inkubasi pada suhu 37, selama 18 – 24 jam
e.       Melihat terjadinya fermentasi( pada perubahan warna )
8.      Tes hewan coba
a.       Membiakan kuman selama 48 jam pada infusion broth
b.      Membuat suspensi kuman dari media loffler dalam kaldu
c.       Menyuntikan pada hewan coba
9.      Tes ELEK media
a.       Membuat medium pepton proteose, tween 80 gliserol, asam amino, kuman tellurite, lalu kertas saring
b.      Meletakkan antitoksin  pada permukaan media
c.       Mengkeringkan pada suhu 350C
d.      Menggoreskan kuman uji secara tegak lurus dengan kertas ( pada medium bisa di pakai 4-5 kuman uji)

G.    Interpretasi hasil
1.      Pengecatan gram        
Corynebacterium difteri : Gram + berwarna ungu , dengan morfologi batang bergranula , membentuk formasi V, L atau huruf cina.
2.      Pengecatan neisser
Corynebacterium difteri : Tampak kuman batang bergranula ( granula berwarna coklat gelap sedangkan  batang / vegetative cell berwarna kuning kecoklatan ).
3.      Penanaman kuman pada media loeffler I
Akan didapatkan koloni kuman Corynebacterium difteri yang lebih banyak.
4.      Penanaman kuman pada media blood tellurite
Media yang digunakan untuk membedakan type :
a.    Gravis : besar , rata, abu – abu sampai hitam, tumpul.
b.    Mitis : < Gravis , lebih hitam, mengkilat, cembung.
c.    Intermedius : sangat kecil, halus / kasar .
5.      Penanaman kuman pada media Loeffler II
Akan didapatkan koloni kuman Corynebacterium difteri yang benar – benar murni.
6.      Fermentasi gula – gula
Corynebacterium difteri : fermentasi glukosa dan maltosa à positif
Fermentasi sukrosa dan laktosa à negatif
7.      Tes hewan coba
a.       Untuk melihat eksotoksin Corynebacterium difteri ganas atau tidak .
b.      Apabila muncul nekrosis pada hewan coba yang di suntik kuman Corynebacterium difteri maka eksotoksin ganas.
8.      Tes ELEK media
Corynebacterium difteri : terbentuk garis presipitasi sudut 45 (menandakan kuman tersebut toksigenik)
H.    Hasil praktikum
1.    Pengecatan gram


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUn92R9eelswNBpLDwah-aKm2OOT5QsaABC7TZ1xHpAAnfcG0W7ED1uCR1HJLaax-6nDodUQXJGXZHFsgkYBUX6vro6xSruvJD9Qq7s1wni2Za1TY7af3F_By2RfqIKV1MzX-J2EkF0Zk/s1600/Corynebacterium+diphtheriae+microscopy.jpg

Gram + berwarna ungu, dengan morfologi batang bergranula, membentuk formasi V, L atau huruf cina à Corynebacterium difteri

2.      Pewarnaan neiser


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOlHT9qtbQTDp_oWBlGn9Fpg2iEnUUq9t0_s-czaBMWoWwiZZXraf1a-3WWbKAum2jCZGZlaZ1lBbs6WuQuO62qyMVinkfBlCtvnfldeHYphiZOlJFt103rTmoCKM5vFhLjB2e9DD91Xwc/s320/Corynebacterium+Diphtheria.jpg

 
Tampak kuman batang bergranula ( granula berwarna coklat gelap sedangkan  batang / vegetative cell berwarna kuning kecoklatan ) à Corynebacterium difteri





3.      Penanaman Loeffler I
http://farm2.static.flickr.com/1379/4599370854_fc87bbe83d.jpg
 



Penanaman kuman x pada media loeffer metode spiral dan di inkubasi 1 x 24 jam
Didapatkan koloni kuman x yang berkembang banyak.

4.      Penanaman blood tellurite


https://classconnection.s3.amazonaws.com/770/flashcards/998770/jpg/blood_agar1326808944259.jpg

 


http://image.slidesharecdn.com/copyofrevision2014-140501141600-phpapp02/95/revision-2014-77-638.jpg?cb=1398954082

Penanaman kuman x pada media blood tellurite metode streak dan di inkubasi 1 x 24 jam
Di dapatkan kuman x yang timbuh bewarna abu- abu kehitaman , rata , besar dan tumpul à Corynebacterium difter tipe gravis



5.      Penanaman Loeffler II


http://farm2.static.flickr.com/1379/4599370854_fc87bbe83d.jpg

 



Penanaman kuman x pada media loeffer metode spiral dan di inkubasi 1 x 24 jam
Di dapatkan koloni kuman Corynebacterium difteri yang benar- benar murni

6.      Penanaman fermentasi gula- gula
Sukrosa, glukosa, laktosa, manitol
 



 



Sukrosa, glukosa, laktosa, manitol
 
Penanaman kuman x pada masing- masing tabung ( glukosa, sukrosa, laktosa, dan manitol) yang telah di beri indikator bromtimol blue  dan di inkubasi 1 x 24 jam
Hasil uji fermentasi gula – gula :
Glukosa dan manitol (+)
Sukrosa dan laktosa (-)

7.      Tes hewan coba


http://im0.olx.biz.id/images_olxid/31049413_3_644x461_mencit-banjarmasin-hewan-pengerat_rev002.jpg

Image result for mencit terserang bakteri
Hewan coba A yang di suntik kuman pada sub kutan .
Hewan coba B sebagai control.
Hewan coba C di suntuk dengan kuman dan antitoksin.
Hewan coba D di suntik dengan kuman lain.
Hewan coba A mengalami nekrosisà terdapat eksotoksin
Hewan coba B, C, D à tidak angalami nekrosis.

8.      Tes ELEK media



Hasil penanamna kuman pada media elek tes positif à corynebacterium difteri ( adanya garis presipitasi )

I.   Pembahasan
            Pada pengecatan gram dan neisser kemudian preparat diamati dibawah mikroskop didapatkan koloni kuman : pada pengecatan gram à gram + , koloni kuman ungu , dengan morfologi batang membentuk huruf V, L dan huruf cina .Sedangkan pada preparat pengecatan neisser à morfologi kuman bergranula dengan warna granula coklat gela dan vegetative cell berwarna kuning kecoklatan .
                  Pemeriksaan Biakan dengan menggunakan Media antara ain : Media Loeffler Agar, Blood Tellurite Agar, fermentasi gula-gula, elek tes ( in vivo) dan tes hewan coba ( in vitro)
            Loeffler  dapat digunakan untuk menyuburkan bakteri sehingga biakan kuman dapat digunakan untuk persedian uji selanjutnya.       
            Blood Tellurite Agar dapat di gunakan untuk media selektif differensial dan gunanya untuk isolasi koloni- koloni Corynebacterium diphtheria, dan di dapatkan hasil Corynebacterium diphtheria tipe gravis, yang selanjutnya dapat du uji pada fermentasi gula-gula          
            Fermentasi Gula-gula
berguna untuk mengetahui adanya pembentukan asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian, yang selanjutnya ditanam pada hewan coba           invivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotoksin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba, bila hewan coba di suntik dengan kuman Corynebacterium mengalami nekrosis, maka dapat di simpulkan bahwa di dalam hewan coba terdapat toksin.     
                        Tes elek media(In vitro) untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.apabila pada uji elek media tes terdapat garis presipitasi maka dapat di simpilkan bahwa terdapat toksin maupun eksotoksin dari kuman corynebacterium difteri.




J. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dan pembahasan hasil dapat di simpulkan bahwa :
Pada identifikasi kuman x dapat dilakukan dengan  media sebagai berikut:

  
a. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan Gram: berguna untuk mengetahui apakah kuman tersebut gram positif atau negatif dan morfologi kuman corynebacterium difteri
 
b. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan neiser: berguna untuk mengetahui apakah kuman berbatang granula.      
  c. Loeffler I : gunanya untuk menyuburkan bakteri sehingga bila dibuat preparatakan                          tampak granula yang jelas. 
 
 d. Blood tellurit :Media selektif differensial dan untuk isolasi koloni-koloni dan                                    mengetahui mengetahu tipe dari kuman, apakah kuman tersebut bertipe gravis,                                    mills, intermediet. Corynebacterium diphtheriae yang selanjutnya ditanam                                           pada gula-gula untuk difteri.         
 e. Loeffler II: gunanya untuk menyuburkan bakteri dan pemurnian bakteri.
 f. Fermentasi Gula-gula untuk difteri : berguna untuk mengetahui adanya pembentukan                       asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan                        warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian atau penambahan gas.
g. In vivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang                           ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba
h.
In vitro (Tes elek-Ouchterlony (gel difusi gel dari elek)): untuk mengetahui                                        adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis                                              pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada                                         bakteri tes.
                       






Identifikasi Corynobacterium diphteriae dengan Usap Hidung
A.  Cara Kerja :
1.        Masukkan swab ± 1cm kedalam lubang hidung atau bila ada lesi, ambil dipinggir lesi
2.        Putar swab dan diamkan 10-15 detik
3.        Masukkan ke medium transpor
4.        Tanam pada media Blood Agar Plate
5.        Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
6.        Melakukan pewarnaan gram dan neisser seperti pada sampel usap tenggorok
B.  Hasil dan Pembahasan
1.    Morfologi dan Identifikasi Corynebacterium diphteriae
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVragHER2if7ayXVZMv8QlubblYGTDHTJDNzvJ9hwIQlIUyomZemvbPmh6BDVJBLeFUcL2FtWa-lp6dALEadvs2iLgpLs4dSzxzHo4MaUBOx07vQDT1HC9Pbdr_J0ve2sjLzNhnr4rkRc/s320/corynebacterium.jpg
       Corynebacterium diphteriae berdiameter 0,5 – 1 μm dan panjangnya beberapa mikrometer. Di dalam batang tersebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula yang dapat diwarnai dengan jelas dengan zat warna anilin (granula metakromatik).Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Bakteri ini membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas pada beberapa karbohidrat. Corynebacterium diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Varian ini diklasifikasikan berdasarkan ciri khas pertumbuhan seperti morfologi koloni, reaksi biokimia, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi.
2.    Difteri hidung
https://aguskrisnoblog.files.wordpress.com/2011/12/nasal-diphtheria.jpg
   Difteri hidung,  Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan  tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen  mengadakan lesi  pada  nares dan bibir atas. Pada  pemeriksaan  tampak membran putih pada daerah septum nasi.Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen (berisi baik lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.

Eksotoksin difteri cara invitro

            in vitro dengan teknik imunopresipitin agar (uji Elek) yaitu suatu uji reaksi polimerase pengamatan. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (amino-terminal) dan fragmen B (karboksi-terminal). Kemampuan suatu strain untuk membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya biasa diproduksi oleh C.diphtheriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene

Cara kerja :
1. Media gel diberi serum
2. sebelum mengeras, letakkan 1 strip kertas yang telah dijenuhi dengan antitoksin pada tengah-tengah medium
3. Letakkan perlahan ke bawah permukaan dengan pinset steril.
4. biarkan medium mengeras.
5. biakkan dari bakteri difteri yang dicurigai dengan menggoreskan menyilang tegak lurus pada strip kertas.
6. goreskan biakkan bakteri sebagai control positif maupun negative.
7. inkubasi suhu 370C selama 24 – 48 jam
8. lihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar