MORFOLOGI dan IDENTIFIKASI KUMAN
CORYNEBACTERIUM DIPHTERIAE
Kelompok
VI
Nama
Kelompok
UNIVERSITAS
AIRLANGGA
SURABAYA
2016
A. Judul laporan :
Morfologi dan Identifikasi kuman Corynebacterium diptheriae
B. Tujuan : Untuk mengetahui Morfologi dan cara
identifikasi bakteri penyebab
infeksi saluran pernapasan.
C.
MORFOLOGI DAN SIFAT BIAKAN
Corynebacteria
berdiameter 0,5 – 1 μm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak berspora,
tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C. diphtheriae
bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana
aerob. Pembiakan kuman dapat dilakukan dengan perbenihan Pai, perbenihan serum
Loeffler atau perbenihan agar darah. Pada perbenihan-perbenihan ini, strain
mitis bersifat hemolitik, sedangkan gravis dan intermedius tidak. Dibanding
dengan kuman lain yang tidak berspora, C. diphtheriae lebih tahan terhadap
pengaruh cahaya, pengeringan dan pembekuan. Namun, kuman ini mudah dimatikan
oleh desinfektan. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan tidak teratur pada
salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti ”gada”. Di dalam batang
tersebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar
granula-granula yang dapat diwarnai dengan jelas dengan zat warna anilin
(granula metakromatik) yang menyebabkan batang tersebut berbentuk seperti
tasbih. Tiap korinebakteria pada sediaan yang diwarnai cenderung terletak
paralel atau membentuk sudut lancip satu sama lain. Percabangan jarang
ditemukan dalam biaka.
GAMBARAN KLINIS
Masa
inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis,
akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi,
tergantung pada tempat penyakit.
1. Pharyngeal dan difteri tonsillar :
Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala termasuk
malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat, denyut nadi
cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10 hari.
Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah
submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.
2. Difteri laring : Difteri laring
dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala termasuk demam, suara serak,
dan batuk menggonggong. membran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, koma,
dan kematian.
C. Prinsip :
1. Pembuatan preparat ( Pengecatan gram à untuk mengetahui jenis gram dan morfologi dan pengecatan neisser à untuk melihat morfologi kuman bergranula )
2. Penanaman kuman pada media loeffer I ( untuk perbanyakan koloni
kuman bergranula sebagai
specimen dalam tes berikutnya ).
3. Penanaman
kuman pada Blood tellurite ( media
isolir untuk pemurnian kuman, agar kuman lain mati kecuali C.difteri dan sebagai media untuk membedakan tipe [ gravis, mitis, atau intermedius] ).
4. Penanaman
kuman pada loeffer 1 ( untuk pemurnian kuman yang ke -2 [ yang benar – benar
murni ] ).
5. Fermentasi
gula – gula ( untuk membedakan tipe Corynebacterium
diptheriae berdasarkan fermentasi dan hemolisa ).
6. Tes
hewan coba / invivo ( untuk
mengetahui keganasan kuman dan toxin ).
7. ELEK
media / invitro ( untuk mengetahui
toxin kuman )
D. Metode : Manual ( sederhana )
F. Prosedur :
1. Pengambilan
spesimen ( swab tenggorok ) :
a.
Pasien duduk .
b.
Meminta pasien
untuk membuka mulut.
c.
Menekan lidah dengan spatula.
d.
Masukkan lidi kapas (swab) yang sudah dibasahi dengan saline steril hingga menyentuh dinding belakang
faring.
e.
Mengusap kekiri dan kanan dinding faring dan
tonsil lalu menarik keluar dengan hati-hati, tanpa menyentuh
bagian mulut yang lain.
f.
Masukkan lidi kapas ke dalam media transport.
2. Pengecatan gram
2.1.
Pembuatan preparat
a) Memanaskan
(flaming) preparat di atas bunsen.
b) Mesterilkan
(red heat) ose pada bunsen.
c) Memasukkan
ose pada larutan NaCl 0.85% dan meneteskan sedikit NaCl 0.85% pada preparat.
d) Mengambil
kuman dengan ujung ose
.
e) Meratakan
kuman dengan ose pada preparat.
f) Memanaskan
preparat agar kuman mati dan terfiksasi pada preparat.
g) Mesterilkan
ose.
2.2 Pengecatan
preparat
a) Meneteskan
larutan AOCV sampai merata, menunggu selama ± 1 menit
b) Membilas
dengan akuades mengalir dan menunggu selama 5 detik
c) Menetesakan
larutan lugol sampai merata, menunggu selama ± 1 menit
d) Membilas
dengan akuades mengalir dan menunggu selama 5 detik
e) Menetesakan
larutan aseton alkohol sampai merata
f) Membilas
dengan akuades mengalir
g) Meneteskan
larutan safranin sampai merata dan menunggu selama ± 1 menit
h) Membilas
dengan akuades mengalir
i)
Mengeringkan preparat
dengan kertas tissue pada sisi ulasan lalu mengeringkan pada udara.
j)
Melihat dan mengamati warna dan
morfologi kuman dengan
mikroskop pada perbesaran 1000 kali dengan bantuan minyak immerse.
3. Pewarnaan neisser :
a.
Membuat sediaan bakteri pada gelas objek .
b.
Memfiksasi sediaan dan menunggu hingga kering.
c.
Menuangkan neisser AB pada sediaan bakteri dan membiarkan selama 1 menit.
d.
Membuang sisa neisser AB dari gelas objek.
e.
Menuangkan neisser C pada sediaan
dan membiarkan selama 1.5 menit.
f.
Membuang sisa neisser C dari gelas objek.
g.
Mengeringkan preparat dengan kertas pengering.
h.
Melihat morfologi kuman dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 x + minyak
immersi.
4. Penanaman pada loeffler
I :
a. Menyiapkan alat bahan .
b. Memanaskan ose.
c. Mendinginkan ose pada ujung media
loeffler.
d. Mengambil koloni menggunakan ose.
e.
Menanam kuman pada media loeffler (membentuk
spiral ).
f. Memanaskan ose agar steril.
g. Menginkubasi media pada 37oC
selama 1 x 24 jam.
5. Penanaman pada media
blood tellurite
:
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Mensterilkan (red heat ) ose pada bunsen.
c. Mendinginkan ujung ose pada tepi media blood tellurite
.
d. Mengambil kuman sebanyak 2 tetes dengan ujung ose
dari media loeffler I.
e. Menanam kuman dengan metode streak (zig – zag ).
f. Mensterilkan ose (red heat) pada bunsen agar tidak
terjadi kontaminasi.
g. Menginkubasi media blood
tellurite yang telah ditanam
kuman pada Inkubator selama 1 x 24 jam.
6. Penanaman pada media loeffler II
a. Menyiapkan alat bahan .
b. Memanaskan ose.
c. Mendinginkan ose pada ujung media
loeffler.
d. Mengambil koloni menggunakan ose.
e.
Menanam kuman pada media loeffler (membentuk
spiral ).
f. Memanaskan ose agar steril.
g. Menginkubasi media pada 37oC
selama 1 x 24 jam.
7. Fermentasi gula- gula
a. Memasukan larutan gluosa ,manitol,
sukrosa, dan laktosa ke dalam masing –
masing tabung yang berisi tabung durham di balik.
b. Mengambil kuman dengan ose
c. Memasukan ose kedalam masing –
masing tabung ( dengan ose steril pada
tiap tabung ) dan mencampur dengan cara dikocok
.
d. Mensterilkan ose, kemudian di
inkubasi pada suhu 37, selama 18 – 24 jam
e. Melihat terjadinya fermentasi( pada
perubahan warna )
8.
Tes hewan coba
a.
Membiakan kuman selama 48 jam pada infusion broth
b.
Membuat suspensi kuman dari media loffler dalam kaldu
c.
Menyuntikan pada hewan coba
9.
Tes ELEK media
a.
Membuat medium pepton proteose, tween 80 gliserol, asam amino, kuman
tellurite, lalu kertas saring
b.
Meletakkan antitoksin pada permukaan
media
c.
Mengkeringkan pada suhu 350C
d.
Menggoreskan kuman uji secara tegak lurus dengan kertas ( pada medium bisa
di pakai 4-5 kuman uji)
G.
Interpretasi
hasil
1.
Pengecatan gram
Corynebacterium difteri : Gram +
berwarna ungu , dengan morfologi batang bergranula , membentuk formasi V, L
atau huruf cina.
2.
Pengecatan neisser
Corynebacterium difteri : Tampak kuman batang bergranula ( granula berwarna
coklat gelap sedangkan batang / vegetative cell berwarna kuning
kecoklatan ).
3.
Penanaman kuman pada media loeffler I
Akan didapatkan koloni kuman Corynebacterium difteri yang lebih
banyak.
4.
Penanaman kuman pada media blood
tellurite
Media yang digunakan untuk membedakan type :
a.
Gravis : besar , rata, abu – abu sampai hitam, tumpul.
b.
Mitis : < Gravis , lebih hitam,
mengkilat, cembung.
c.
Intermedius : sangat kecil, halus / kasar .
5.
Penanaman kuman pada media Loeffler II
Akan didapatkan
koloni kuman Corynebacterium
difteri yang benar – benar murni.
6.
Fermentasi gula – gula
Corynebacterium difteri : fermentasi
glukosa dan maltosa à positif
Fermentasi
sukrosa dan laktosa à negatif
7.
Tes hewan coba
a.
Untuk melihat eksotoksin Corynebacterium difteri ganas atau tidak
.
b.
Apabila muncul nekrosis pada hewan coba
yang di suntik kuman Corynebacterium
difteri maka eksotoksin ganas.
8.
Tes ELEK media
Corynebacterium difteri : terbentuk
garis presipitasi sudut 45 (menandakan kuman tersebut toksigenik)
H.
Hasil praktikum
1.
Pengecatan
gram
|
|||
Gram +
berwarna ungu, dengan morfologi batang bergranula, membentuk formasi V, L
atau huruf cina à Corynebacterium difteri
|
2.
Pewarnaan neiser
|
|||
Tampak kuman batang bergranula ( granula berwarna
coklat gelap sedangkan batang / vegetative cell berwarna kuning
kecoklatan ) à Corynebacterium
difteri
|
3.
Penanaman Loeffler I
|
|
|||
Penanaman
kuman x pada media loeffer metode
spiral dan di inkubasi 1 x 24 jam
|
Didapatkan
koloni kuman x yang berkembang banyak.
|
4.
Penanaman blood
tellurite
|
|
||||||
Penanaman kuman x pada media blood
tellurite metode streak dan di inkubasi 1
x 24 jam
|
Di dapatkan
kuman x yang timbuh bewarna abu- abu kehitaman , rata , besar dan tumpul à Corynebacterium difter tipe gravis
|
5.
Penanaman Loeffler II
|
|
||||||
Penanaman
kuman x pada media loeffer metode
spiral dan di inkubasi 1 x 24 jam
|
Di
dapatkan koloni kuman Corynebacterium
difteri yang benar- benar murni
|
6. Penanaman
fermentasi gula- gula
|
|
||||||||||
Penanaman kuman x pada masing-
masing tabung ( glukosa, sukrosa, laktosa, dan manitol) yang telah di beri
indikator bromtimol blue dan
di inkubasi 1 x 24 jam
|
Hasil uji
fermentasi gula – gula :
Glukosa dan
manitol (+)
Sukrosa dan
laktosa (-)
|
7. Tes
hewan coba
|
|
|||
Hewan
coba A yang di suntik kuman pada sub kutan .
Hewan
coba B sebagai control.
Hewan
coba C di suntuk dengan kuman dan antitoksin.
Hewan
coba D di suntik dengan kuman lain.
|
Hewan
coba A mengalami nekrosisà
terdapat eksotoksin
Hewan
coba B, C, D à
tidak angalami nekrosis.
|
8. Tes
ELEK media
|
|||
Hasil
penanamna kuman pada media elek tes positif à
corynebacterium difteri ( adanya
garis presipitasi )
|
I. Pembahasan
Pada pengecatan gram dan
neisser kemudian preparat diamati dibawah mikroskop didapatkan koloni kuman :
pada pengecatan gram à gram + , koloni kuman ungu , dengan morfologi batang membentuk huruf V, L
dan huruf cina .Sedangkan pada preparat pengecatan neisser à morfologi kuman bergranula dengan warna granula coklat gela dan vegetative
cell berwarna kuning kecoklatan .
Pemeriksaan Biakan dengan menggunakan Media antara ain
: Media Loeffler Agar, Blood Tellurite Agar, fermentasi gula-gula, elek tes (
in vivo) dan tes hewan coba ( in vitro)
Loeffler dapat digunakan untuk menyuburkan bakteri
sehingga biakan kuman dapat digunakan untuk persedian uji selanjutnya.
Blood Tellurite Agar dapat di gunakan untuk media selektif differensial dan gunanya untuk isolasi koloni- koloni Corynebacterium diphtheria, dan di dapatkan hasil Corynebacterium diphtheria tipe gravis, yang selanjutnya dapat du uji pada fermentasi gula-gula
Fermentasi Gula-gula berguna untuk mengetahui adanya pembentukan asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian, yang selanjutnya ditanam pada hewan coba invivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotoksin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba, bila hewan coba di suntik dengan kuman Corynebacterium mengalami nekrosis, maka dapat di simpulkan bahwa di dalam hewan coba terdapat toksin.
Tes elek media(In vitro) untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.apabila pada uji elek media tes terdapat garis presipitasi maka dapat di simpilkan bahwa terdapat toksin maupun eksotoksin dari kuman corynebacterium difteri.
Blood Tellurite Agar dapat di gunakan untuk media selektif differensial dan gunanya untuk isolasi koloni- koloni Corynebacterium diphtheria, dan di dapatkan hasil Corynebacterium diphtheria tipe gravis, yang selanjutnya dapat du uji pada fermentasi gula-gula
Fermentasi Gula-gula berguna untuk mengetahui adanya pembentukan asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian, yang selanjutnya ditanam pada hewan coba invivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotoksin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba, bila hewan coba di suntik dengan kuman Corynebacterium mengalami nekrosis, maka dapat di simpulkan bahwa di dalam hewan coba terdapat toksin.
Tes elek media(In vitro) untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.apabila pada uji elek media tes terdapat garis presipitasi maka dapat di simpilkan bahwa terdapat toksin maupun eksotoksin dari kuman corynebacterium difteri.
J. Kesimpulan
Dari hasil
praktikum dan pembahasan hasil dapat di simpulkan bahwa :
Pada identifikasi kuman x dapat dilakukan dengan media sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan Gram: berguna untuk mengetahui apakah kuman tersebut gram positif atau negatif dan morfologi kuman corynebacterium difteri
b. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan neiser: berguna untuk mengetahui apakah kuman berbatang granula.
c. Loeffler I : gunanya untuk menyuburkan bakteri sehingga bila dibuat preparatakan tampak granula yang jelas.
d. Blood tellurit :Media selektif differensial dan untuk isolasi koloni-koloni dan mengetahui mengetahu tipe dari kuman, apakah kuman tersebut bertipe gravis, mills, intermediet. Corynebacterium diphtheriae yang selanjutnya ditanam pada gula-gula untuk difteri.
e. Loeffler II: gunanya untuk menyuburkan bakteri dan pemurnian bakteri.
f. Fermentasi Gula-gula untuk difteri : berguna untuk mengetahui adanya pembentukan asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian atau penambahan gas.
g. In vivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba
h. In vitro (Tes elek-Ouchterlony (gel difusi gel dari elek)): untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.
Pada identifikasi kuman x dapat dilakukan dengan media sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan Gram: berguna untuk mengetahui apakah kuman tersebut gram positif atau negatif dan morfologi kuman corynebacterium difteri
b. Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan neiser: berguna untuk mengetahui apakah kuman berbatang granula.
c. Loeffler I : gunanya untuk menyuburkan bakteri sehingga bila dibuat preparatakan tampak granula yang jelas.
d. Blood tellurit :Media selektif differensial dan untuk isolasi koloni-koloni dan mengetahui mengetahu tipe dari kuman, apakah kuman tersebut bertipe gravis, mills, intermediet. Corynebacterium diphtheriae yang selanjutnya ditanam pada gula-gula untuk difteri.
e. Loeffler II: gunanya untuk menyuburkan bakteri dan pemurnian bakteri.
f. Fermentasi Gula-gula untuk difteri : berguna untuk mengetahui adanya pembentukan asam dari pembentukan fermentasi gula- gula, dimana di tandai dengan perubahan warna dan terlihatnya udara di dalam tabung , peragian atau penambahan gas.
g. In vivo ( Tes hewan coba) : untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba
h. In vitro (Tes elek-Ouchterlony (gel difusi gel dari elek)): untuk mengetahui adanya toksin atau eksotokasin yang ditandai dengan munculnya nekrosis pada hewan coba dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.
A. Cara Kerja :
1.
Masukkan
swab ± 1cm kedalam lubang hidung atau bila ada lesi, ambil dipinggir lesi
2.
Putar
swab dan diamkan 10-15 detik
3.
Masukkan
ke medium transpor
4.
Tanam
pada media Blood Agar Plate
5.
Inkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam
6.
Melakukan
pewarnaan gram dan neisser seperti pada sampel usap tenggorok
B. Hasil dan Pembahasan
1.
Morfologi
dan Identifikasi Corynebacterium
diphteriae
Corynebacterium
diphteriae berdiameter
0,5 – 1 μm dan panjangnya beberapa mikrometer. Di dalam batang tersebut (sering
di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula yang dapat
diwarnai dengan jelas dengan zat warna anilin (granula metakromatik).Corynebacterium
diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif,
ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Bakteri ini
membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas pada beberapa karbohidrat. Corynebacterium
diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius.
Varian ini diklasifikasikan berdasarkan ciri khas pertumbuhan seperti morfologi
koloni, reaksi biokimia, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi.
2. Difteri hidung
Difteri hidung, Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan
tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lesi pada
nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada
daerah septum nasi.Biasanya
ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen (berisi baik lendir dan
nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini cukup ringan karena
penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri dengan cepat oleh
antitoksin dan terapi antibiotik.
Eksotoksin
difteri cara invitro
in
vitro dengan teknik imunopresipitin agar (uji Elek) yaitu suatu uji reaksi
polimerase pengamatan. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat
molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu
fragmen A (amino-terminal) dan fragmen B (karboksi-terminal). Kemampuan suatu
strain untuk membentuk atau memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya
bakteriofag, toksin hanya biasa diproduksi oleh C.diphtheriae yang terinfeksi
oleh bakteriofag yang mengandung toxigene
Cara kerja :
1. Media gel diberi
serum
2. sebelum mengeras,
letakkan 1 strip kertas yang telah dijenuhi dengan antitoksin pada
tengah-tengah medium
3. Letakkan perlahan
ke bawah permukaan dengan pinset steril.
4. biarkan medium
mengeras.
5. biakkan dari
bakteri difteri yang dicurigai dengan menggoreskan menyilang tegak lurus pada
strip kertas.
6. goreskan biakkan
bakteri sebagai control positif maupun negative.
7. inkubasi suhu 370C
selama 24 – 48 jam
8. lihat ada tidaknya
garis presipitasi yang terjadi pada bakteri tes.